Mulai 2 Januari 2026, Indonesia resmi memberlakukan pidana kerja sosial seiring dengan penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan KUHAP baru. Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya pembaruan sistem pemidanaan nasional yang lebih modern, efektif, dan berkeadilan. Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, menyatakan bahwa pelaksanaan pidana kerja sosial diatur secara ketat agar dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, sekaligus menjaga pelaku tindak pidana tetap produktif tanpa harus menjalani penjara.
Pidana kerja sosial merupakan model pemidanaan alternatif yang diperkenalkan melalui KUHP baru, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023. Implementasi kebijakan ini berfokus pada pelanggaran ringan dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara. Hal ini bertujuan agar pelaku tidak terpapar lingkungan kriminal di lembaga pemasyarakatan dan tetap memiliki kontribusi positif bagi masyarakat. Sistem ini juga menekankan aspek keadilan restoratif, korektif, dan rehabilitatif yang menyasar baik pelaku maupun korban.
Agus Andrianto menambahkan, pemerintah saat ini tengah mematangkan skema pelaksanaan pidana kerja sosial di berbagai daerah. "Tahun depan. Nanti kita tunggu berlakunya KUHP baru, 2 Januari," ujar Agus pada Senin (28/12/2025). Skema ini melibatkan koordinasi intensif antara Balai Pemasyarakatan dan pemerintah daerah untuk menentukan jenis pekerjaan dan lokasi yang sesuai bagi terpidana. Koordinasi ini memastikan bahwa kegiatan pidana kerja sosial dapat berjalan efektif dan bermanfaat bagi masyarakat.
Persiapan Pelaksanaan di Daerah
Salah satu langkah nyata persiapan pidana kerja sosial dilakukan di Jawa Barat. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) sebagai tahap awal implementasi. Penandatanganan dilakukan di Gedung Swatantra Wibawa Mukti, Kompleks Perkantoran Pemkab Bekasi, pada Selasa (4/11/2025). Acara tersebut dihadiri oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana, Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi, serta para bupati, wali kota, dan kepala kejaksaan negeri se-Jawa Barat.JAM-Pidum Asep Nana Mulyana menegaskan, “Pidana kerja sosial merupakan model alternatif pemidanaan yang membina pelaku tindak pidana di luar penjara, tidak memiliki unsur paksaan, tidak ada komersialisasi, dan harus sesuai peraturan perundang-undangan.” Dengan kata lain, pidana kerja sosial memberikan kesempatan kepada pelaku untuk tetap produktif sambil menjalani proses hukum, khususnya bagi pelanggaran ringan.
Koordinasi antara Kejaksaan dan pemerintah daerah mencakup penentuan lokasi dan bentuk kegiatan. Beberapa alternatif kegiatan yang direncanakan meliputi membersihkan fasilitas umum, membantu di tempat ibadah, hingga pelayanan sosial di panti asuhan atau panti jompo. Hal ini sekaligus menjadi upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses pemidanaan.
Pidana Kerja Sosial dalam KUHP Baru
KUHP baru yang mulai berlaku pada awal 2026 mendatang mengadopsi paradigma hukum pidana modern. Beberapa prinsip utama yang diterapkan adalah keadilan korektif untuk pelaku, keadilan restoratif untuk korban, dan keadilan rehabilitatif bagi pelaku dan korban. Selain pidana kerja sosial, KUHP baru juga mengatur jenis pidana lainnya, yaitu pidana penjara, pidana denda, pidana pengawasan, dan pidana tutupan.Pasal 85 KUHP menjelaskan bahwa pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa dengan ancaman pidana penjara kurang dari lima tahun, apabila hakim menentukan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak kategori II sebesar Rp10 juta. Penjatuhan pidana kerja sosial oleh hakim didasarkan pada beberapa pertimbangan penting, seperti pengakuan terdakwa terhadap tindak pidana yang dilakukan, kemampuan kerja, persetujuan setelah dijelaskan tujuan pidana kerja sosial, riwayat sosial terdakwa, perlindungan keselamatan kerja, dan kemampuan membayar denda.
Melalui mekanisme ini, pidana kerja sosial tidak hanya menjadi alternatif hukuman yang manusiawi tetapi juga mendukung reintegrasi sosial pelaku. Penerapan pidana ini diharapkan mampu mengurangi kepadatan lembaga pemasyarakatan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Tantangan dan Harapan
Meski pidana kerja sosial menawarkan berbagai manfaat, tantangan dalam implementasinya tetap ada. Salah satunya adalah kesiapan pemerintah daerah dalam menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, serta memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan benar-benar aman dan bermanfaat. Selain itu, kesadaran pelaku dan masyarakat mengenai tujuan pidana kerja sosial juga menjadi faktor kunci keberhasilan kebijakan ini.Para pakar hukum menilai, penerapan pidana kerja sosial merupakan langkah maju menuju sistem pemidanaan yang lebih manusiawi, modern, dan berkeadilan. Langkah ini sejalan dengan praktik internasional yang menekankan rehabilitasi dan reintegrasi sosial sebagai alternatif penjara, khususnya bagi pelanggaran ringan.
Dengan implementasi pidana kerja sosial, pemerintah berharap tercipta sistem hukum pidana yang lebih efektif, efisien, dan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi contoh inovasi hukum yang memprioritaskan pendekatan restoratif dan rehabilitatif dalam menangani pelaku tindak pidana ringan.(*)